Hakikat Bencana


BENCANA alam terkadang hadir tiba-tiba dan menghancurkan segalanya, meski sebenarnya bisa diantisipasi jika manusia peduli dan peka dengan lingkungan (kesadaran ekologis). Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, tsunami, gempa bumi, gunung meletus dan badai, misalnya, dengan kemajuan teknologi dan perkembangan kemampuan manusia, sebenarnya bisa diantisipasi dan diprediksi sehingga bisa dilakukan upaya untuk meminimalisasi korban jiwa dan kerusakan. Tetapi, manusia terkadang lupa diri dan lingkungan. Memperlakukan alam seenaknya sendiri dan tidak peduli dengan dampak buruk yang akan muncul setelahnya.

Dalam Alquran, bencana bisa dikategorikan kepada dua hal: bencana alam yang murni alam sehingga sulit dicegah tetapi bisa dilakukan tindakan untuk meminimalisasi dampaknya, dan bencana akibat ulah manusia. Aquran misalnya menyebutkan bahwa segala bencana di muka bumi sudah tertulis di Lauh Mahfuzh, dalam buku takdir-Nya dan pasti akan terjadi. Ini menjadi peringatan bagi manusia untuk mewaspadainya. Allah berfirman, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57]: 22)

Disebutkan pula bahwa semua bencana yang terjadi adalah berdasarkan perkenan Allah. Maka bencana bisa terjadi bisa juga tidak. Manusia memprediksi bakal terjadi bencana, kenyataannya tidak terjadi. Atau, sebaliknya, manusia memprediksi tak terjadi bencana, tetapi nyatanya terjadi. Semua ini adalah berdasarkan perkenan Allah. Allah berfirman, “Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS at-Taghabun [64]: 11)

Disebutkan pula bahwa segala hal baik hakikatnya dari Allah, sedangkan hal buruk dari manusia sendiri. Manusia adalah penyebabnya, karena Allah tidak pernah menyuruh keburukan. Manusialah yang melakukan keburukan hingga akibat buruknya juga mengenai dirinya sendiri. Allah berfirman, “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy-Syura [42]: 30). Pada ayat lain lagi ditegaskan, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41)

Manusialah penyebab timbulnya bencana. Eksploitasi yang berlebihan terhadap alam membuat alam bergerak mencari keseimbangannya sendiri. Penggundulan hutan, misalnya, akibat aktivitas penebangan hutan tanpa reboisasi dan pengendalian menyebabkan air dari atas ke bawah meluncur deras tanpa tercegah apa pun. Ironisnya, mereka yang menjadi korban bencana semacam itu sesungguhnya adalah orang-orang yang tak terlibat dalam aktivitas jahat dan buruk tadi. Ibarat pepatah, akibat nila setitik rusaklah susu sebalanga. Akibat satu atau beberapa gelintir orang, matilah puluhan, ratusan bahkan bisa jadi ribuan orang. Allah sebenarnya sudah mewanti-wanti hal ini, “Dan peliharalah dirimu dari fitnah (siksa, bencana, musibah) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS al-Anfal [8]: 25)

Bencana tidak terjadi tanpa sebab, entah itu sebab alamiah atau karena ulah manusia. Jika sebabnya karena alamiah, yakni proses alam, manusia bisa memprediksi, mengantisipasi dan meminimalisasi dampaknya. Jenis bencana yang seperti ini adalah musibah atau ujian dari Allah sebagai peringatan agar manusia sadar akan kekeliruan, lalu bersabar menghadapinya sembari terus-menerus melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Keserakahan manusia untuk mengeksploitasi alam mesti ditekan serendah mungkin agar tak menjadi prahara dan merugikan orang lain yang tak ada sangkut pautnya. Wallahu a’lam.  

*Nur Faridah
Penulis dan pedagang di Jajan Buku
Republika, Sabtu 11 Agustus 2018


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid