Kurban Berbagi Kebahagiaan


KEBAHAGIAAN atau kesenangan selayaknya dibagi bersama yang lain. Selain ini merupakan bentuk syukur kepada Allah atau tahadduts bin ni’mah (QS adh-Dhuha [93]: 11), juga untuk mempererat kasih sayang dan persaudaraan. Rasulullah bersabda, “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya.” (HR ath-Thabrani)

Idul Adha adalah Hari Raya Kurban yang merupakan hari penuh kebahagiaan dan kesenangan, dan kita didorong untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain, tidak sekadar upaya pendekatan diri kepada Allah atau menapaktilasi apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap putranya, Nabi Ismail. Jadi, pahala orang yang berkurban bukan karena semata-mata mengikuti perintah Allah, namun juga karena pekurban secara tidak langsung telah memberikan kebahagiaan kepada orang lain.

Pada hadis di atas, Rasulullah menegaskan bahwa memberikan kebahagiaan kepada orang lain, apalagi orang itu adalah saudaranya sesama muslim, termasuk amal yang paling Allah cintai. Bahkan, dalam beberapa hal, amal ini lebih baik dibanding ibadah mahdah (ritual).

Dikisahkan, Imam Hasan al-Bashri pernah mengutus sebagian muridnya untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan. Beliau mengatakan pada murid-muridnya tersebut, “Hampirilah Tsabit al-Banani, bawa dia bersama kalian.” Ketika Tsabit didatangi, ia berkata, “Maaf, aku sedang iktikaf.” Murid-muridnya lantas kembali mendatangi Imam Hasan, lantas mereka mengabarinya. Kemudian Imam Hasan mengatakan, “Wahai A’masy, tahukah engkau bahwa bila engkau berjalan menolong saudaramu yang butuh pertolongan itu lebih baik daripada haji setelah haji?” Lalu, mereka pun kembali pada Tsabit dan berkata seperti itu. Tsabit pun meninggalkan iktikaf dan mengikuti murid-murid Imam Hasan untuk memberikan pertolongan kepada orang lain.

Memberikan kebahagiaan kepada orang lain merupakan perwujudan rasa cinta kepada sesama. Kecintaan inilah yang oleh Rasulullah sebut sebagai salah satu sarana untuk mendapatkan lezatnya iman, “Tiga hal yang jika dilakukan oleh seseorang, niscaya ia akan mendapatkan lezatnya iman; pertama, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari cintanya kepada yang lainnya. Kedua, ia mencintai saudaranya karena Allah. Dan, ketiga, ia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah mengentaskannya dari sana sebagaimana ia benci dicampakkan ke neraka.” (HR al-Bukhari)

Selain itu, ia merupakan bentuk kepekaan sosial. Kepekaan inilah yang oleh Allah sebut sebagai sikap saling menolong di antara sesama dalam hal kebaikan. Allah berfirman, “Dan, tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan; jangan kalian tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS al-Ma’idah [5]: 2)

Idul Adha mencakup dua hal sekaligus: pertama, pengabdian dan pendekatan diri kepada Allah (perwujudan ketaatan menjalankan perintah-Nya); kedua, wujud kecintaan dan kepekaan terhadap sesama manusia. Terkait urusan orang yang berkurban dengan Allah, pahala sudah disiapkan di akhirat. Sementara terkait urusan orang yang berkurban dengan sesama, itu adalah bentuk amal sosial yang manfaatnya dirasakan langsung dalam kehidupan. Dengan kurban yang ia lakukan, seseorang telah memberikan kebahagiaan kepada sesama dan menghilangkan kedukaan yang mungkin tengah dialami. Idul Adha sudah seyogianya membahagiakan semua orang dengan saling memberi dan menolong tanpa pamrih, tetapi semata karena Allah. Wallahu a’lam

*Nur Faridah
Penulis dan pedagang di Jajan Buku
Republika, Kamis 23 Agustus 2018

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid