Kita Perlu Nasihat
MANUSIA adalah makhluk yang
labil. Di satu waktu ia berbuat baik, di waktu lain berbuat buruk. Suatu saat
ia ingat, pada saat lain lupa. Di satu waktu ia benar, di waktu lain salah. Di
sinilah pentingnya nasihat dan saran untuk mengingatkan. Melalui nasihat, orang
salah jadi benar, orang baik jadi lebih baik, orang lupa jadi ingat, dan
seterusnya. Sebuah keburukan bukan untuk dilanjutkan, apalagi sampai menjadi
budaya, tetapi diperbaiki, dan itu perlu nasihat dan peringatan.
Pengetahuan manusia terbatas,
tak bisa menjangkau segala hal. Ia perlu mendengarkan nasihat orang lain,
karena terkadang Allah memberikan petunjuk kepadanya melalui nasihat orang
lain. Dalam Alquran, Allah mengatakan bahwa di atas setiap orang yang tahu, ada
orang yang lebih tahu lagi (QS Yusuf [12]: 76). Artinya, manusia jangan pernah
merasa paling benar dan mengklaim tak pernah salah. Manusia pasti ada salahnya,
dan di situlah ia perlu nasihat, lalu diterima untuk memperbaiki diri.
Nasihat yang baik sangat
penting, selain sebagai koreksi dan evaluasi atas apa yang manusia ucapkan dan
lakukan, juga sebagai pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Orang yang anti
terhadap nasihat yang baik sejatinya adalah orang sombong dan bebal. Merasa
diri paling benar, sementara yang lain salah, lalu meremehkan bahkan
melecehkan. Nabi mengatakan, sombong adalah melawan dan mengingkari kebenaran
serta merendahkan orang lain (HR al-Bukhari).
Nasihat bisa datang dari apa pun
atau siapa pun yang punya pengetahuan lebih. Paling penting dan utama adalah nasihat
agama (Islam). Kata Nabi, agama adalah nasihat (HR al-Bukhari). Islam adalah
penunjuk dan penuntun manusia untuk meraih kebahagiaan lahir batin, dunia dan
akhirat, sehingga ia penuh dengan nasihat-nasihat bijak dan baik. Para nabi dan
rasul Allah dalam Alquran disebutkan adalah para pemberi nasihat kepada kaumnya
berdasarkan wahyu Allah.
Nabi Hud, misalnya, mengatakan,
“Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan pemberi nasihat yang tepercaya
kepada kamu.” (QS al-A’raf [7]: 68). Nabi Nuh mengatakan, “Aku menyampaikan
kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari
Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS al-A’raf [7]: 62). Nabi Syuaib
mengatakan, “Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat
kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS
al-A’raf [7]: 93).
Nasihat baik yang kita sampaikan
kepada orang lain akan menjadi investasi kebaikan kita, baik di dunia maupun di
akhirat. Nabi mengatakan, “Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR
al-Bukhari). Tanpa nasihat, seseorang tidak akan terkontrol sehingga bisa
menabrak apa pun. Ia juga akan menjadi liar tak terkendali, hingga akhirnya
bisa melahirkan kerusakan dan kerugian tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi
juga orang lain.
Hidup tanpa nasihat akan membuat
kita tetap berjalan di tempat, stagnan. Kreativitas kita akan terangsang
manakala kita sering mendengar dan menerima nasihat yang positif. Kita akan
menjadi kaya inisiatif ketika kita banyak berdialog, berdiskusi dan saling
bertukar nasihat. Tak ada manusia yang sempurna, dan oleh karena itu perlu
peran orang lain dalam kehidupan, hingga ia bisa meniti jalan ke ke tujuannya
dengan baik dan selamat.
Dengan nasihat, kekurangan
manusia menjadi tertambal. Dengan nasihat juga, kelebihan seseorang takkan
membuatnya berubah menjadi sombong. Dengan nasihat juga, ia akan menjadi lebih
bijak, rendah hati dan peduli serta menyayangi sesama. Allah menegaskan,
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati
kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]:
2-3). Wallahu a’lam.
*Nur Faridah
Penulis dan pedagang di Jajan Buku
Republika, Sabtu 29 September 2018
Komentar
Posting Komentar