Belajar dari Pengalaman
Ibnu Utsaimin dalam kitabnya, Syarh
Riyadhus Shalihin, mengatakan, “Seorang mukmin
tidak jatuh dalam lubang yang sama dua kali, karena ia sudah waspada, pintar dan
cerdas. Maka hal ini menunjukkan bahwa hendaknya seseorang itu memiliki
kecerdasan, supaya tidak terulang kembali tertimpa kemudaratan.”
Dikisahkan, seseorang yang
begitu takjub dengan kepribadian dan kesalehan Imam Hasan al-Bashri pernah
bertanya, “Siapa yang mendidik Anda memiliki pribadi seperti ini?” Hasan
al-Bashri menjawab pendek, “Diriku sendiri.” “Bagaimana bisa seperti itu?”
tanya orang itu lagi. Hasan menguraikan, “Jika aku melihat keburukan pada orang
lain, aku berusaha menghindarinya. Jika aku melihat kebaikan pada orang lain,
aku berusaha mengikutinya. Dengan begitulah aku mendidik diriku sendiri.”
Belajar dari pengalaman, baik
pengalaman pribadi maupun orang lain, akan membuat seseorang mawas diri dan
hati-hati dalam melakukan sesuatu. Ia tidak melakukan kesalahan dua kali atau
berkali-kali. Justru ia akan terus-menerus memperbaiki diri. Semakin seseorang
melakukan perbaikan, maka kualitas dirinya akan semakin meningkat. Imbasnya,
kehidupannya pun menjadi lebih baik. Pada akhirnya, seperti dikatakan Nabi
dalam hadisnya, ia akan menjadi orang yang bahagia hidupnya, “Orang bahagia
adalah yang dapat mengambil pelajaran dari (pengalaman atau peristiwa) orang
lain.” (HR al-Baihaqi)
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
kitabnya, Fath al-Bari, yang merupakan syarah dari kitab Shahih
al-Bukhari, berkata, “Seorang muslim harus terus waspada, jangan sampai
lalai, baik dalam urusan agama maupun dunianya.”
Orang beriman sudah pasti
menginginkan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Al-Quran menyebutkan,
“Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami
(kebaikan) di dunia’, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di
akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka’. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS al-Baqarah [2]: 200-202)
Jika kita mampu belajar dari
kesalahan di masa lalu, kemudian memperbaiki secara sungguh-sungguh apa yang
salah, sembari belajar hal-hal yang baik dari orang lain untuk kita tiru dan
lakukan, kita akan menjadi manusia yang maju dan bahagia. Hal itu karena dia telah telah belajar dari pengalaman sebelumnya
dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Dari pengalaman juga, ia akan
terus meningkatkan amal saleh, baik amal ibadah maupun amal sosial, karena
menyadari ada kebahagiaan yang akan didapat di balik itu. Wallahu a’lam.
*Republika, Rabu 15 Desember 2021
Komentar
Posting Komentar