Bukti Syukur Nikmat
ALLAH selalu memberi manusia nikmat dan anugerah, baik itu berupa sesuatu yang tampak maupun tidak tampak, material maupun nonmaterial. Nikmat dan anugerah itu bahkan tak terhitung jumlahnya. Allah berfirman, “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (QS an-Nahl [16]: 18)
Asy-Syinqithi
dalam kitab Adhwa’ al-Bayan menjelaskan,
manusia tidak mampu menghitung nikmat Allah karena begitu banyaknya. Lalu,
Allah menyebutkan bahwa Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Ini menunjukkan
atas kekurangan manusia dalam bersyukur terhadap nikmat-nikmat tersebut. Namun,
Allah masih mengampuni siapa saja yang bertobat pada-Nya. Allah akan mengampuni
setiap orang yang memiliki kekurangan dalam bersyukur terhadap nikmat.
Manusia
memang sering kali lupa tak mensyukurinya. Bisa jadi karena terlalu asyik
menikmatinya, tenggelam dalam kegembiraan, dan terus-menerus mencari nikmat
baru tanpa pernah puas, atau bisa jadi pula karena merasa itu bukan dari Allah
melainkan dari hasil usaha sendiri. Jenis pertama karena lalai sehingga perlu
diingatkan, sementara jenis kedua memang karena ingkar; diingatkan pun bisa
jadi tak akan mempan. Jenis kedua ini misalnya melekat pada sosok Qarun yang
dikisahkan dalam Alquran.
Dengan
nikmat dan anugerah itu, Allah tidak minta balas budi manusia. Dia hanya
meminta manusia menyukurinya dan tidak mengingkarinya. Syaikh Abdul Qadir
al-Jailani dalam kitab al-Ghunyah menyebutkan,
hakikat syukur adalah mengakui nikmat yang diberikan Allah diikuti perasaan
tunduk pada-Nya. Jadi bersyukur tidak hanya sebatas di lisan, tetapi juga
perbuatan atau beramal saleh sebagai manifestasi dari ketundukannya kepada
Allah.
Inilah
syukur yang dilakukan Rasulullah, seperti digambarkan dalam hadis. Aisyah
menceritakan, Nabi senantiasa bangun di malam hari lalu mengerjakan shalat
begitu lama sampai pecah-pecah kedua kaki beliau. Aisyah kemudian berkata, “Ya
Rasulullah, kenapa engkau melakukan yang demikian, padahal Allah telah
mengampuni dosamu yang telah lewat dan akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah
aku tidak suka menjadi hamba yang bersyukur?” (HR al-Bukhari)
Rasulullah
adalah hamba yang bersyukur karena hatinya tak pernah lalai untuk selalu
mengingat nikmat Allah. Bukti syukurnya adalah dengan giat beramal saleh dan
beribadah. Ini pula yang seyogianya dilakukan orang beriman.
Ibnu Qudamah dalam kitab Mukhtashar Minhaj al-Qashidin mengatakan,
hati yang hidup akan menggali segala macam nikmat yang diberikan Allah lalu
mensyukurinya. Adapun hati yang lalai tidak akan menganggap sebuah nikmat
sebagai nikmat kecuali setelah musibah atau bencana menimpanya. Jadi,
syukurilah apa pun nikmat yang diberikan Allah, meskipun itu dinilai kecil.
Nabi menegaskan, “Barang siapa tidak mensyukuri yang sedikit maka dia tidak
akan mensyukuri atas yang banyak.” (HR Ahmad). Wallahu
a’lam.
*Republika,
Rabu 1 Februari 2023
Komentar
Posting Komentar