Keadilan Menjaga Kehidupan

ALLAH berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Ma’idah [5]: 8) 

Dalam kamus Lisan al-‘Arab, kata ‘adala (akar kata adil) diartikan sebagai sikap tegak dan lurus. Seorang hakim di pengadilan disebut adil jika dia memutuskan hukum tidak condong pada salah satu pihak yang berperkara, tetapi hanya tegak dan lurus pada ketentuan undang-undang yang berlaku. Ia memperlakukan sama orang yang berperkara di depan hukum. Tidak ada bedanya antara rakyat kecil atau pejabat tinggi. Semua setara dalam hukum. 

Dikisahkan, pada hari Fathu Mekah, seorang wanita putri dari orang terhormat Bani Makhzum, bernama Fatimah binti Aswad, kedapatan mencuri. Orang-orang pun menemui Usamah bin Zaid agar meminta Rasulullah untuk meringankan hukumannya. Saat Usamah menyampaikan hal itu, beliau marah besar, “Apakah engkau hendak minta keringanan hukum atas ketentuan hukum yang sudah Allah tetapkan? Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah saat orang yang mencuri berasal dari kalangan terhormat tidak dihukum, tetapi ketika yang mencuri berasal dari kalangan rakyat jelata dihukum. Demi Allah, andaikata Fatimah putri Muhammad mencuri, aku pasti akan potong tangannya!” (HR al-Bukhari) 

Demikianlah pemimpin yang adil. Masyarakat sangat mendambakan kehadiran pemimpin seperti itu. Pemimpin yang menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu, tanpa pandang status, karena di hadapan hukum, semua sama. Orang kecil, orang besar, orang biasa, orang berjabatan, orang miskin, orang kaya, anak orang biasa, anak pejabat, bahkan anak pemimpin, di hadapan Rasulullah yang adil adalah sama. Beliau sendiri menyebut penyebab kehancuran umat pada masa lalu adalah ketika keadilan dari para pemimpinnya hilang. Dengan demikian, sebuah umat tidak akan hancur jika keadilan ditegakkan, terutama oleh para pemimpin dan penegak hukum. 

Keadilan menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin dan para penegak hukum. Mereka bukan milik satu orang atau satu kelompok, melainkan milik semua. Tanpa keadilan, benih-benih kehancuran di dalam masyarakat seperti tengah disebar. Allah menyebut keadilan lebih dekat kepada takwa. Secara bahasa, takwa berasal dari kata wiqayah, yang berarti penjagaan atau tindakan preventif. Dengan demikian, keadilan adalah sarana yang paling bisa memberikan jaminan bagi terjaganya sebuah masyarakat dari kehancuran. Keadilan menjaga kehidupan kita dari kehancuran. Wallahu a’lam.  

*Republika, Sabtu 7 September 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid