Menghidupkan Alquran


ALLAH menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk dan pegangan hidup agar selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. Namun, fungsi ini tidak akan terealisasi kecuali dengan menghidupkannya. Menghidupkan Alquran tidak semata membaca, mempelajari dan memahaminya, tetapi juga mengamalkan, mengajarkan atau menyampaikan kepada orang lain. Allah berfirman, “Kitab (Alquran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS Shad [38]: 29)

Pada ayat lain, Allah berfirman, “Sungguh, Alquran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (QS al-Isra’ [17]: 9). Allah menegaskan lagi, “Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS Yunus [10]: 57)

Ketika Nabi masih hidup, Alquran hidup melalui ucapan, tindakan dan perilaku beliau. Allah berfirman, “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut keinginannya. Tidak lain (Alquran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS an-Najm [53]: 3-4). Dalam hadis disebutkan, seorang sahabat bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Nabi. Aisyah pun menjawab, “Akhlak beliau adalah Alquran.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Beliau adalah ejawantah paling nyata pesan dan nilai-nilai yang dikandung Alquran. Allah pun menyebut beliau sebagai pribadi yang layak diteladani karenanya, “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS al-Qalam [68]: 4). Pada ayat lain, Allah berfirman, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 21)

Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-‘Azhim menjelaskan, ayat ini merupakan fondasi penting dalam meneladani Rasulullah pada semua perkataan, perbuatan dan keadaan beliau. Dalam posisi beliau sebagai Nabi, ucapan dan tindakannya selalu dibimbing Alquran, baik itu berupa wahyu Alquran yang kemudian tertera dalam mushaf Alquran, maupun ilham yang kemudian menjadi sunah, hadis dan atsar. Melalui beliaulah, Alquran dan nilai-nilai ilahiah hidup dan dipraktikkan secara nyata sehingga orang-orang bisa mengikutinya.

Saat ini, Nabi telah lama tiada. Para sahabat dan tabiin yang generasinya paling dekat dengan masa Nabi juga sudah tiada. Meski begitu, Alquran tetap menjadi petunjuk dan pedoman hidup sepanjang masa. Namun, fungsi itu tidak akan ada artinya jika tidak dihidupkan oleh ahli Alquran, yakni orang yang membaca, memahami, mempelajari, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Dalam hadis disebutkan, Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki keluarga di antara manusia.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Para ahli Alquran. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya.” (HR Ahmad)

Untuk mendapatkan manfaat dari Alquran dan menghidupkannya, kata Ibnul Qayyim dalam kitab al-Fawa’id, seseorang mesti memusatkan hati ketika membaca dan menyimaknya, memfokuskan pendengaran serta menghadirkan diri seperti halnya Nabi saat menerima Alquran. Karena, sejatinya Alquran itu merupakan petunjuk bagi manusia dari Allah melalui lisan Rasul-Nya. Semakin seseorang menjauh dari Alquran, berarti ia menjauh dari petunjuk Allah; keselamatan dan kebahagiaan hidup pun akan ikut menjauh. Alquran adalah petunjuk hidup orang beriman, dan karena itu ia seyogianya dihidupkan, bukan dijauhkan apalagi dimatikan. Wallahu a’lam

*Nur Faridah
Penulis dan saudagar di Jajan Buku
Republika, Rabu 4 April 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid