Menghormati Orang Berilmu


SALAH satu akhlak orang beriman adalah menghormati orang berilmu atau orang alim. Dalam bahasa Arab, kata “ulama” adalah bentuk jamak dari kata “alim”. Orang alim secara spesifik adalah orang yang tahu ilmu agama secara mendalam. Secara general adalah orang yang punya ilmu pengetahuan, apa pun itu, tidak terbatas pada ilmu agama. Pengetahuan itu sendiri tidak selalu dari buku atau kitab tertulis, tetapi juga dari pengalaman dan fenomena alam sekitar. Bahkan, pengetahuan bisa berasal dari diri sendiri.

Hal ini misalnya yang diungkapkan Allah dalam Alquran ketika menyuruh manusia untuk memperhatikan semua ciptaan-Nya dengan tujuan agar mereka memperoleh pengetahuan, “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan?” (QS al-Ghasyiyah [88]: 17-20)

Allah mencintai orang berilmu dan mendorong manusia untuk mencarinya di mana pun itu berada dan dari siapa pun atau apa pun. Disebutkan, Allah meninggikan derajat orang berilmu beberapa derajat dibanding orang tak berilmu (QS al-Mujadalah [58]: 11). Allah juga sering kali mengatakan bahwa tidaklah sama antara orang berilmu dan tidak berilmu (QS az-Zumar [39]: 9). Allah juga sering kali menyindir manusia yang punya akal tetapi tidak digunakan untuk memikirkan ciptaan atau ayat-ayat-Nya (QS al-Baqarah [2]: 44).

Nabi sendiri dalam banyak hadis memuji orang berilmu. Misalnya, orang yang mencari ilmu akan diberi kemudahan untuk masuk surga (HR Muslim). Para malaikat disebutkan menaungi majelis-majelis ilmu (HR Abu Dawud). Disebutkan juga bahwa seluruh penghuni langit dan bumi hingga ikan di dasar lautan memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang berilmu (HR at-Tirmidzi). Disebutkan juga bahwa orang berilmu adalah orang yang diberi kebaikan oleh Allah (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, orang berilmu begitu terhormat dan mulia di mata Allah dan Rasulullah serta memiliki kedudukan tinggi. Oleh karena itu, orang berilmu layak dihormati dan dimuliakan, tentu saja tanpa berlebih-lebihan. Sikap kritis tetap diperlukan. Sebagaimana manusia lainnya, orang berilmu terkadang juga melakukan kesalahan dan kekeliruan. Tak ada manusia yang selalu benar, dan karena itu tak perlu juga merasa paling benar. Kebenaran mutlak hanya ada pada Allah Sang al-Haq. Meski begitu, penghormatan dan pemuliaan terhadap orang berilmu adalah hal yang niscaya.

Jika orang berilmu melakukan kesalahan, perlu diingatkan dengan cara-cara yang terhormat tanpa mempermalukan atau bahkan sampai menjelek-jelekkan atau menghinakan dan merendahkannya di depan publik. Orang yang diingatkan juga tidak perlu merasa takabur dan enggan menerima peringatan jika memang itu yang benar. Nabi mengatakan, “Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang lain.” (HR Muslim). Bagi orang beriman, apalagi yang berilmu, peringatan adalah sesuatu yang bermanfaat, “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS adz-Dzariyat [51]: 55)

Allah menyuruh kita untuk mencari ilmu, menjadi orang berilmu, serta menghormati dan memuliakan orang berilmu, tanpa berlebih-lebihan apalagi sampai mengkultuskannya melebihi Nabi. Tujuannya adalah agar ilmu kita bermanfaat dan diberkahi oleh Allah dan dapat membawa manfaat tidak hanya bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi orang lain. Ilmu sejatinya untuk kemaslahatan dan kebaikan umat manusia, bukan sebaliknya, untuk menciptakan kerusakan dan kekacauan serta pertikaian dan permusuhan di tengah umat manusia. Wallahu a’lam

*Nur Faridah
Penulis dan pedagang di Jajan Buku
Republika, Kamis 17 Januari 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid