Bahagia dengan Berkurban
Dalam hadis disebutkan, Nabi
bersabda, “Tidak ada amalan yang dilakukan manusia pada hari Nahar (Idul Adha)
yang lebih dicintai Allah selain daripada mengucurkan darah (hewan kurban).
Karena sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan
tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada Allah
sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi. Maka bersihkanlah jiwa kalian
dengan berkurban.” (HR at-Tirmidzi dari Aisyah)
Seperti disebutkan pada hadis
ini, hewan yang dikurbankan kelak di akhirat akan datang kepada orang yang
berkurban sebagai saksi di hadapan Allah. Disebutkan juga bahwa darah hewan
yang disembelih akan sampai kepada Allah sebelum darah itu jatuh memercik di
tanah. Maksudnya, amal kurban akan cepat diterima Allah, dan akan cepat pula
diberikan balasannya, melebihi cepatnya kucuran darah yang jatuh ke tanah.
Kurban itu sendiri, seperti
disebutkan Nabi di hadis tadi, juga merupakan media pembersih jiwa. Ia
membersihkan jiwa dari rasa bakhil, dengan menyisihkan sebagian harta yang
dimilikinya untuk membeli hewan kurban. Dengan kata lain, kurban mendidik kita
menjadi orang dermawan dan ringan memberi. Ia juga membersihkan jiwa dari rasa
tidak peduli dengan orang lain. Dengan berkurban, seseorang berarti
menyingkirkan egoisme diri dan menumbuhkan rasa peduli dan empati kepada orang
lain. Karena hakikatnya, manusia memang tidak bisa hidup sendiri.
Karena itu, Nabi sangat mengecam
orang yang mampu berkurban tetapi tidak berkurban. Beliau bersabda, “Siapa saja
yang memiliki kelapangan namun tidak berkurban, maka jangan dekati tempat
shalat kami.” (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Para ulama menghukumi kurban
sebagai sunah mu’akkadah, artinya yang sangat dianjurkan. Bukan hanya
bagi orang yang tidak berhaji, tetapi juga bagi orang yang tengah berhaji,
seperti disebutkan Aisyah, istri Nabi, bahwasanya
Rasulullah menyembelih seekor sapi untuk keluarga beliau pada saat melaksanakan
haji Wada’. (HR Abu Dawud)
Idul Adha atau Idul Qurban
merupakan hari raya, yang berarti hari kebahagiaan bagi semua orang. Bagi yang
berkurban, ia bahagia karena telah membahagiakan orang lain dengan kurbannya,
di samping bahagia karena Allah menjanjikan pahala besar baginya di akhirat.
Bagi yang tidak berkurban, karena belum mampu, ia juga bahagia karena
mendapatkan daging kurban. Artinya, semua bahagia dan merasa senang. Rasa
inilah yang akan merekatkan setiap orang dalam persaudaraan, melenyapkan rasa
permusuhan dan menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Wallahu
a’lam.
*Republika, Rabu 29 Juni 2022
Komentar
Posting Komentar