Maulid Nabi, Menebar Rahmat bagi Semua
PADA tanggal 12 Rabi’ul Awwal
1439 H yang bertepatan dengan hari Jumat 1 Desember 2017, umat Islam diingatkan
kembali dengan hari kelahiran Nabi
Muhammad atau yang popular disebut maulid
Nabi. Berbagai acara digelar,
mulai dari acara yang kecil-kecilan, sedang-sedang, sampai yang besar-besaran.
Dari mulai rakyat kalangan bawah hingga pejabat negara. Apa sebetulnya pesan
utama maulid Nabi?
Sebagai rahmat
Di dalam Alquran, Allah SWT
berfirman, “Dan, tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam semesta.” (QS Al-Anbiya’: 107). Dalam sebuah
kesempatan, Nabi Muhammad
mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai orang yang suka melaknat,
tapi aku diutus sebagai rahmat dan pemberi petunjuk.” (Shahih Muslim).
Ibnu Katsir mengatakan, yang
dimaksud oleh ayat tersebut adalah Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai
rahmat bagi seluruh alam semesta. Yakni, Allah mengutus beliau sebagai rahmat
bagi semua orang (yang beriman dan tidak beriman). Hanya saja, siapa yang
menerima rahmat ini dan mensyukuri nikmat ini, ia akan bahagia di dunia dan di
akhirat. Dan, siapa yang menolak dan mengingkarinya, maka ia akan merana di
dunia dan di akhirat. (Tafsir Ibnu Katsir).
Berkaitan dengan ayat tersebut
juga, para ulama ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ‘rahmat bagi
seluruh alam semesta’. Thabari di dalam Tafsir-nya menyebutkan, pertama,
sebagian ulama memaknainya sebagai seluruh makhluk di alam semesta, baik yang
beriman maupun tidak beriman. Dasarnya, riwayat Ibnu Abbas yang menyebutkan
bahwa makna ayat tersebut adalah siapa saja yang beriman kepada Allah SWT dan
hari akhir (Kiamat), orang tersebut akan ditulis sebagai penerima rahmat di
dunia dan di akhirat. Dan, siapa saja yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya,
orang itu tidak akan disiksa seperti siksaan yang ditimpakan kepada umat-umat
terdahulu.
Kedua, sebagian ulama
memaknainya sebagai rahmat yang hanya diberikan kepada orang-orang yang
beriman, bukan mereka yang tidak beriman. Dasarnya, riwayat Ibnu Zaid yang
menyebutkan bahwa makna ‘rahmat bagi seluruh alam semesta’ ini adalah
orang-orang yang beriman kepada Muhammad, membenarkan kenabiannya, dan
mentaatinya.
Dari dua pendapat di atas,
menurut Thabari, yang kuat adalah yang pertama, yakni pendapat ulama yang
menyatakan bahwa makna ‘rahmat bagi seluruh alam semesta’ adalah rahmat bagi
seluruh makhluk (manusia), baik yang beriman maupun yang tidak beriman. Thabari
menegaskan, bagi mereka yang beriman, dengan keberadaan Nabi Muhammad, Allah SWT memberi
mereka hidayah (petunjuk), lalu memasukkan mereka—dengan keimanan dan amal
saleh mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT—ke Surga. Sementara bagi
mereka yang tidak beriman, dengan keberadaan Nabi Muhammad, Allah SWT tidak
menimpakan bencana dan malapetaka kepada mereka secara langsung seperti yang
terjadi pada umat-umat di masa lalu akibat mereka mendustakan para Rasul Allah
SWT, namun diundur hingga hari Kiamat nanti.
Rahmat bagi semua
Nabi Muhammad adalah rahmat bagi
seluruh alam semesta. Apa yang dimaksud dengan ‘rahmat’ itu sendiri? Ibnu
Manzhur di dalam Lisanul ‘Arab menyebutkan beberapa makna ‘rahmat’ ini,
di antaranya: sikap mengasihi, sikap empatik, dan menyayangi. Kata lain dari
‘rahmat’ adalah ‘rahamah’ (menurut Sibawaih) dan ‘marhamah’. Dalam Alquran
disebutkan, “Dan, dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan
untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang (marhamah).” (QS
Al-Balad: 17). Yakni, menyayangi orang-orang yang lemah dan bersikap empatik
terhadap mereka.
Nabi Muhammad begitu penyayang,
bahkan kepada orang-orang yang menyakiti, mencaci-maki, dan melecehkannya.
Ketika salah seorang Sahabat beliau memintanya agar mendoakan keburukan kepada
orang-orang paganis (musyrik), beliau tidak mengabulkannya, namun mengatakan,
“Sesungguhnya aku diutus Allah bukan sebagai orang yang suka melaknat, namun
aku diutus sebagai rahmat dan pemberi petunjuk.” (Shahih Muslim). Sikap
penyayang juga beliau perlihatkan kepada orang-orang Thaif yang melemparinya
dengan batu hingga pelipisnya berdarah-darah. Beliau tidak mendoakan keburukan
atas mereka, tetapi sambil mengusap darah yang mengalir mengatakan, “Ya Allah,
ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (Shahih
Bukhari).
Nabi Muhammad adalah representasi
ajaran Islam yang paling terang. Beliau tidak membalas keburukan dengan
keburukan, tetapi dengan doa kebaikan dan kesabaran. Sedurjana apa pun manusia,
beliau tetap bersikap demikian, karena tugasnya dari Allah SWT hanyalah sebatas
menyampaikan kebenaran, persoalan diterima atau ditolak, bukan urusan beliau.
Tidak pernah beliau memaksakan kehendak kepada manusia untuk memeluk Islam,
karena Allah SWT sendiri sudah menetapkan beliau untuk mengatakan, “Bagimu
agamamu, dan bagiku agamaku.” (QS Al-Ikhlash: 6), ketika sudah maksimal
menyampaikan kebenaran.
Momentum peringatan maulid Nabi seyogianya menjadi bahan
renungan umat Islam untuk makin menegaskan Islam yang menjadi ‘rahmat bagi
seluruh alam semesta’, bukan menjadi sumber prahara bagi umat manusia. Islam
yang penuh kasih, empati, dan sayang, terhadap semua makhluk, tanpa
membeda-bedakan ras, agama, suku, warna kulit, status sosial, dan seterusnya.
Islam adalah rahmat bagi semua, menuju kehidupan yang damai, toleran, saling
menghargai dan menghormati, tidak hanya kepada sesama, namun kepada mereka yang
berlainan keyakinan. Wallahu a’lam.
*Nur Faridah
Duta Masyarakat, 4
Desember 2017
Komentar
Posting Komentar