Menyambut Peringatan Allah



ALLAH selalu punya cara untuk memperingatkan manusia yang lalai. Peringatan itu bisa melalui orang lain atau sesama manusia. Bisa pula melalui peristiwa alam dalam rupa bencana, seperti gempa bumi, gunung meletus, angin kencang, banjir bandang, tanah longsor, dan seterusnya. Bagi orang beriman, semua peringatan itu sejatinya untuk menyadarkannya dari kelalaian dan kekeliruan, dan itu sangat bermanfaat baginya, “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS adz-Dzariyat [51]: 55)

Berkaitan dengan bencana, ada dua jenis bencana; pertama, bencana karena ketentuan Allah yang tak bisa dicegah siapa pun; kedua, bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia. Gempa bumi atau gunung meletus, misalnya, ini adalah ketentuan Allah atau sunatullah, agar tercipta keseimbangan kembali. Inilah yang Allah firmankan, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57]: 22)

Adapun bencana alam seperti banjir bandang atau banjir biasa, itu adalah akibat ulah tangan manusia sendiri. Manusia merusak ekosistem alam, menggunduli hutan, mendangkalkan sungai dengan sampah, mengubah daerah resapan air menjadi perumahan, dan seterusnya, akibatnya hujan yang deras menjadi genangan dan banjir. Inilah yang Allah firmankan, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41)

Melalui bencana alam yang bukan diakibatkan ulah manusia, Allah ingin menunjukkan kebesaran-Nya kepada manusia. Bahwa Dia Mahabesar dan Mahakuasa. Sementara manusia adalah makhluk kecil yang tak layak menyombongkan diri di hadapan-Nya. Dengan peringatan ini, manusia disadarkan tentang dirinya agar tidak jumawa dan angkuh, baik terhadap sesama manusia, lingkungan, terlebih terhadap Allah. Sebaliknya, manusia mesti rendah hati atau tawadhu. Allah berfirman, “Dan bersikaplah rendah hati terhadap orang-orang yang beriman.” (QS al-Hijr [15]: 88)

Sementara melalui bencana alam yang diakibatkan oleh manusia sendiri, manusia disadarkan mengenai kebaikan dan keburukan agar ia selalu mawas diri dan mengontrol perbuatannya. Perbuatan baik yang dilakukan akan berbuah kebaikan, sementara perbuatan buruk akan berbuah keburukan. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Yunus [10]: 27)

Orang beriman selalu menyadari peringatan Allah dan menyambutnya dengan kembali melakukan kebaikan sehingga mendapatkan manfaat dari peringatan itu. Allah berfirman, “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran.” (QS al-A’la [87]: 9-10). Orang beriman yang menyadari peringatan Allah akan mendapatkan pelajaran berharga dan selalu berusaha untuk memperbaiki diri, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, lingkungan maupun Allah. Ia tidak akan pernah mengabaikan peringatan Allah, seperti digambarkan Allah, “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (QS al-Furqan [25]: 73). Wallahu a’lam.

*Nur Faridah
Penulis dan pedagang di Jajan Buku
Republika, 22 Desember 2017











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid