Salam yang Menyelamatkan


SALAH satu akhlak mulia orang beriman dalam hubungan sosial dengan orang lain adalah menebarkan salam. Baik itu secara ucapan untuk menyapa dan mendoakan orang lain yang berpapasan atau ditemui, maupun secara perbuatan dengan menebarkan makna salam berupa kedamaian dan keselamatan dalam kehidupan.

Dalam kitab al-Muwatha’ karya Imam Malik dikisahkan, ath-Thufail bin Ubay bin Ka’ab pernah mendatangi Abdullah bin Umar, lalu ia pergi bersamanya ke pasar. Setiap kali keduanya pergi ke pasar, Abdullah bin Umar selalu mengucapkan salam kepada siapa pun yang ditemui, baik itu pedagang maupun orang miskin. Di hari lain, ath-Thufail kembali datang ke tempat Abdullah bin Umar, lalu ia meminta supaya ath-Thufail menemaninya ke pasar.

Ath-Thufail berkata, “Apa yang akan Anda kerjakan di pasar sebenarnya? Anda tidak menjual sesuatu, tidak pula menanyakan harga sesuatu barang untuk dibeli, tidak pula berpencaharian mencari rezeki di pasar itu, juga tidak pernah duduk-duduk di pasar. Duduk sajalah di sini, dan mari kami bercakap-cakap.” Abdullah bin Umar berkata, “Hai Abu Bathn (julukan ath-Thufail), sesungguhnya kita pergi ke pasar itu adalah untuk menebarkan salam kepada siapa saja yang bertemu dengan kita.”

Dari cerita ini, kita bisa melihat kebiasaan Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar, putra Umar bin al-Khathab sekaligus sahabat dekat Nabi. Ia biasa mengajak ath-Thufail untuk pergi ke pasar bukan untuk melakukan aktivitas dagang tetapi untuk menebarkan salam, yakni mengucapkan salam kepada setiap orang yang ditemuinya di situ. Ini persis dengan pesan yang disampaikan Nabi kepada seorang lelaki yang bertanya kepada beliau tentang amal yang paling baik dalam Islam. Beliau menjawab, “Engkau memberikan makanan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang sudah engkau kenal dan orang yang belum engkau kenal.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dengan ucapan salam, seseorang berarti mendoakan orang lain agar selamat. Salam juga berarti bentuk sapaan terhadap orang lain. Islam sangat menganjurkan untuk menebarkan salam, mengingat di dalamnya berisi doa. Salam dalam hal ini mengandung dua hal sekaligus: doa dan sapaan. Sapaan bisa jadi hanya kepada orang yang sudah kita kenal, sementara salam dianjurkan untuk disampaikan kepada orang yang sudah kita kenal maupun yang belum, karena di dalamnya adalah doa untuk semua orang, semua yang bertemu dengan kita di mana pun, kita doakan.

Dalam hal ini, salam bisa menjadi penguat tali persaudaraan dan kasih sayang di antara sesama. Semakin sering salam kita ucapkan, semakin kuat juga kasih sayang serta ikatan dan persaudaraan kita. Sebaliknya, semakin jarang kita mengucap salam, kasih sayang dan persaudaraan kita dapat melemah bahkan retak. Salam adalah sarana komunikasi efektif untuk memperkuat dan meneguhkan ikatan sosial itu. Salam mendekatkan jarak atau gap sosial yang melebar. Salam membuat orang yang tadinya tak kenal menjadi kenal, dan memperkuat hubungan orang yang sudah dikenal. Salam juga melunturkan permusuhan, keterasingan dan kecurigaan di antara sesama.

Salam pada hakikatnya mengajarkan kita untuk berkomunikasi secara baik dengan sesama kita tanpa membeda-bedakan. Saling mendoakan yang berarti saling berharap agar masing-masing kita mendapatkan keselamatan, kebaikan, dan kesuksesan. Sekaligus berharap agar masing-masing kita terhindar dari hal-hal buruk dalam kehidupan. Orang yang ingin selamat atau berhasil dalam hidupnya perlu keberadaan orang lain yang mendukungnya. Dukungan tak selalu bersifat materi, tetapi juga nonmateri dalam bentuk doa seperti salam. Salah satu nama Allah adalah as-Salam. Menebarkan salam berarti juga bentuk meneladani nama Allah yang indah (Asmaul Husna). Wallahu a’lam

*Nur Faridah
Penulis dan pedagang di Jajan Buku
Republika, Sabtu 1 Desember 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid