Iptek dalam Perspektif Islam
ISLAM mendorong
umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Berbeda
dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan ipteknya untuk kepentingan
materiel, Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan iptek untuk menjadi
sarana ibadah. Selain itu iptek juga sebagai pengabdian muslim kepada Allah
(spiritual) dan mengembangkan amanat khalifatullah (wakil Allah) di muka
bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh
alam (rahmatan lil alamin).
Suprodjo Pusposutardjo dalam tulisannya, Posisi Alquran terhadap Ilmu dan Teknologi, mengatakan bahwa bagi umat Islam yang beriman kepada Alquran, belajar mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan atribut dari keimanannya. Secara jelas juga telah ditunjukkan bahwa orang-orang berilmu akan memperoleh pahala yang tidak ternilai di hari akhir.
Belajar dan mengembangkan iptek merupakan bentuk keimanan seseorang dan menjadi daya penggerak untuk menggali ilmu. Memandang betapa pentingnya mempelajari ilmu-ilmu lain (selain ilmu syariat, yakni iptek) dalam perspektif Alquran, Mehdi Golshani dalam bukunya, The Holy Qur’an and The Science Of Nature (2003), mengajukan beberapa alasan.
Pertama, jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan pencapaian tujuan Islam sebagaimana dipandang oleh syariat, mencarinya merupakan sebuah kewajiban karena ia merupakan kondisi awal untuk memenuhi kewajiban syariat. Contohnya, kesehatan badan bagi seseorang dalam satu masyarakat adalah penting. Oleh sebab itu, sebagian kaum muslim harus ada yang mempelajari ilmu mengenai pengobatan.
Kedua, masyarakat yang dikehendaki Alquran adalah masyarakat yang agung dan mulia, bukan masyarakat yang takluk dan bergantung pada nonmuslim (QS An-Nisa’: 141). Agar dapat merealisasikan tujuan yang dibahas Alquran itu, masyarakat Islam benar-benar harus menemukan kemerdekaan kultural, politik, dan ekonomi.
Pada gilirannya, hal itu membutuhkan pelatihan para spesialis spesifikasi tinggi di dalam segala lapangan dan penciptaan fasilitas ilmiah dan teknik dalam masyarakat Islam. Sebab, pada abad modern, kehidupan manusia tidak dapat dipecahkan kecuali dengan upaya pengembangan ilmiah dan kunci sukses seluruh urusan bersandar pada ilmu.
Ketiga, Alquran menyuruh manusia mempelajari sistem dan skema penciptaan, keajaiban-keajaiban alam, sebab-sebab, akibat-akibat seluruh benda, dan organisme hidup. Pendek kata, seluruh tanda kekuasaan Tuhan di alam eksternal dan kedalaman batin jiwa manusia, seperti tersirat dalam Alquran, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS Al-Baqarah: 164).
Keempat, alasan lain untuk mempelajari fenomena-fenomena alam dan skema penciptaan adalah bahwa ilmu tentang hukum-hukum alam dan karakteristik benda serta organisme dapat berguna untuk perbaikan kondisi manusia. Ini misalnya yang tersirat dalam Alquran, “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir”. (QS Al-Jatsiyah: 13)
Di antara ayat-ayat Alquran yang menjadi landasan iptek, antara lain QS Ar-Rum: 22, QS Al-An’am: 97, dan QS Yunus: 5. Ayat-ayat itu secara jelas menggambarkan fenomena alam yang selalu dihadapi dan mengiringi perjalanan hidup umat manusia untuk dipahami, diteliti, sehingga lahirlah pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, seperti diisyaratkan dalam ayat-ayat di atas, yang mengetahui hakikat alam ini hanyalah orang-orang yang mengetahui, yakni mereka yang intens bergerak untuk mencari dan mencari karena kuriositasnya yang tinggi dengan memaksimalkan kerja pikiran.
Allah tidak menciptakan alam ini dengan sia-sia. Dia menciptakan alam ini mempunyai maksud dan hikmah. Muhammad Imaduddin Abdulrahim dalam tulisannya, Sains dalam Perspektif Alquran, mengatakan bahwa sunatullah sebagai ketetapan Allah terhadap alam ciptaan-Nya ini dimaksudkan untuk kelestarian, keharmonisan, dan kesejahteraan manusia di dunia ini.
Tujuan itu tidak akan terealisasi tanpa pengungkapan terhadap alam. Oleh karena itu, usaha-usaha manusia untuk mengungkapkan rahasia alam ini juga harus diselaraskan dengan tujuan penciptaan sebenarnya. Jangan sampai sains itu digunakan untuk hal-hal yang merusak keharmonisan alam dan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia.
Nurcholish Madjid dalam tulisannya, Pandangan Dunia Alquran: Ajaran tentang Harapan kepada Allah dan Seluruh Ciptaan, mengatakan bahwa alam raya ini diciptakan Allah dengan benar (haq) (QS Az-Zumar: 5). Sebab, ia itu benar atau diciptakan dengan benar, alam ini mempunyai hakikat, yaitu kenyataan yang benar. Kosmologi haqqiyah mengandung dalam dirinya pandangan bahwa alam adalah tertib atau harmonis, indah, dan bermakna.
Dengan kata lain, kosmologi haqqiyah membimbing kita kepada sikap berpengharapan atau optimistis kepada alam ciptaan Allah itu. Dan sikap itu sendiri merupakan kelanjutan atau konsekuensi sikap serupa kepada Allah. Dengan pandangan seperti itu, berbagai macam pengembangan pengetahuan terhadap realitas alam raya ini juga menjadi hal yang mesti dan bahkan diharuskan.
Menengok sejarah peradaban Islam zaman dulu, kita akan menemukan para ilmuwan muslim yang mengembangkan iptek. Tokoh-tokoh semisal Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780—850, matematikawan), Abu Ar-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni (973—1048, fisikawan), Jabir bin Hayyan al-Kufi as-Sufi (781—815, kimiawan), ad-Dinawari (w. 895, biolog), dan Muhammad al-Fazari (w. 777, astronom), merupakan beberapa di antara ilmuwan Islam yang sangat genius saat itu.
Mereka membaca Alquran, mencipta karya, teori, dan penemuan baru yang luar biasa. Jadi, Islam tidak anti-iptek, tetapi mendorong pengembangannya. Wallahualam.
*Nur Faridah
Komentar
Posting Komentar