Makna Penting Indonesia dalam DK PBB



INDONESIA secara resmi menyatakan pencalonannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) periode 2019-2020. Indonesia bersaing dengan Maladewa untuk memperebutkan kursi perwakilan di DK PBB dari kawasan Asia Pasifik. Wapres Jusuf Kalla yakin, Indonesia akan terpilih kembali, karena sudah lebih dari seratus negara mendukung pencalonan ini. Untuk lulus menjadi anggota, Indonesia harus memiliki 150 suara dari 197 anggota. Proses pemilihan ini akan dilangsungkan di New York pada Juni 2018.

Indonesia sebelumnya pernah menjadi anggota tidak tetap DK PBB, yaitu pada tahun 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008. DK PBB beranggotakan lima belas negara. Lima di antaranya adalah anggota tetap, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Rusia, China dan Prancis. Lima negara ini memiliki hak veto (menolak). Sementara 10 anggota tidak tetap dipilih untuk setiap periode dua tahun. Hak veto adalah suara negatif yang memungkinkan lima anggota tetap untuk mencegah adopsi resolusi DK yang substantif.

DK PBB sendiri adalah salah satu badan utama PBB yang diberi mandat untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Dewan ini adalah satu-satunya badan PBB yang dapat membuat keputusan mengikat dan memiliki kekuasaan untuk menjatuhkan sanksi serta memerintahkan pengerahan kekuatan. Untuk memastikan keterwakilan kawasan di DK, lima dari sepuluh kursi keanggotaan tidak tetap dibagikan untuk negara-negara Asia dan Afrika, satu untuk Eropa Timur, dua untuk Amerika Latin dan Karibia, serta dua untuk Eropa Barat dan negara lainnya.

Dalam sejarahnya, pada 1945 para pendiri PBB mempertimbangkan DK sebagai mekanisme untuk mencegah dan memberhentikan agresi yang dilakukan negara satu terhadap negara yang lain. Pada 45 tahun pertama keberadaannya, Perang Dingin (Cold War) melumpuhkan kinerja DK karena negara-negara anggota DK saling bertentangan. Setelah Perang Dingin, peran DK menjadi lebih penting dalam komunitas internasional. DK mengadakan pertemuan pertamanya pada 17 Januari 1946 di Church House, London. Sejak pertemuan pertamanya, DK berkedudukan tetap di Markas Besar PBB di New York.

Pada Juni 2017 lalu, Majelis Umum PBB memilih lima negara sebagai anggota baru DK PBB. Kelima negara tersebut yaitu Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Kuwait, Peru dan Polandia. Pantai Gading memperoleh 189 suara, Guinea Ekuatorial 185, Kuwait 188, Peru 186, Polandia 190 dan Belanda 184 suara. Mereka mulai bertugas pada 1 Januari 2018 untuk periode dua tahun. Sementara itu, Belanda terpilih menjadi anggota DK PBB selama satu tahun, menggantikan Italia untuk berbagi masa keanggotaan dua tahun. Pemungutan suara terkait kedua negara itu pada tahun lalu mengalami kebuntuan. Mereka setuju menetapkan Italia menjadi anggota pada 2017, sementara Belanda pada tahun berikutnya.

Pencalonan Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB kali ini memiliki setidaknya dua makna penting. Pertama, dalam konteks politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia dituntut untuk berkiprah di kancah internasional untuk menjaga perdamaian dunia. Dunia saat ini memang belum sepenuhnya damai dan aman. Beberapa konflik dan problem serius terjadi di beberapa belahan dunia, seperti di Timur Tengah (Palestina, Suriah, Yaman, Afganistan), Asia Timur (Semenanjung Korea), bahkan Asia Tenggara (Filipina, Myanmar, Thailand). Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, upaya-upaya Indonesia untuk berkontribusi menyelesaikan persoalan itu dapat dilakukan lebih maksimal.

Prinsip dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dikemukakan pertama kali oleh Sjahrir pada Asia Conference di New Delhi pada 1946. Kemudian dikemukakan kembali oleh Mohammad Hatta dalam sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diberi judul “Mendayung Antara Dua Karang”. Menurut Hatta, the policy of the Republic Indonesia is not one neutrality, melainkan bebas dan aktif dalam pertentangan kedua blok. Politik luar negeri bebas aktif mengandung dua unsur fundamental, yaitu bebas dan aktif. Bebas berarti kita berhak menentukan penilaian dan sikap kita sendiri terhadap masalah dunia dan bebas dari keterikatan pada satu blok kekuatan di dunia serta persekutuan militernya. Aktif, yaitu secara aktif dan konstruktif berupaya menyumbang tercapainya kemerdekaan yang hakiki, perdamaian dan keadilan di dunia, sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.

Kedua, Indonesia meskipun pernah dilanda konflik internal pasca-Reformasi, tetapi berhasil menyelesaikannya dengan baik. Dunia internasional banyak mengapresiasi keberhasilan ini dan mengambil banyak pelajaran dari Indonesia. Indonesia menjadi semacam percontohan bagaimana menjalankan proses-proses demokrasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia (HAM) secara baik. Banyak negara di dunia gagal dalam proses demokrasinya. Ini misalnya terlihat dari konflik internal di negara-negara Timur Tengah yang kemudian menyeret negara-negara di sekitarnya. Musim semi Arab (Arab Spring) yang diharapkan dapat mengubah kondisi negara-negara Arab menjadi lebih demokratis ternyata malah memunculkan pergesekan yang tajam, hingga memunculkan organisasi ISIS yang berbahaya.

Indonesia punya modal penting untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Seperti dikatakan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi, Indonesia adalah negara berpenduduk keempat terbesar dunia, negara demokrasi terbesar ketiga dunia, dan negara berpenduduk muslim terbesar dunia. Indonesia menjadi bukti bahwa Islam, demokrasi, modernitas dan penguatan perempuan dapat terjalin dalam satu harmoni. Indonesia adalah model sejati bagi toleransi dan pluralisme, nilai yang senantiasa diproyeksikan Indonesia dalam berhubungan dengan negara lain. Dalam hal demokrasi, Indonesia aktif memajukan demokrasi, antara lain lewat penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF). Indonesia juga termasuk sepuluh penyumbang terbesar bagi pasukan pemeliharaan perdamaian PBB.

Tekad Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB kali ini penting didukung semua pihak di dalam negeri dengan menunjukkan kepada dunia internasional wajah Indonesia yang mengusung semangat perdamaian. Bangsa Indonesia perlu konsisten menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia sesungguhnya adalah negara besar dengan jiwa besar, yang layak diperhitungkan di kancah internasional, tidak hanya dari jumlah penduduk, tetapi juga dalam hal pengalaman menyelesaikan konflik dan mencegah munculnya perpecahan yang berujung pada perang saudara seperti terjadi di Timur Tengah atau di tempat-tempat lainnya. Indonesia perlu menjadi aktor penting dan salah satu pemain utama yang membawa perdamaian dunia dan menyelesaikan berbagai konflik dan problem kemanusiaan yang selama ini belum juga terselesaikan dengan baik.
 
*Nur Faridah
Duta Masyarakat, 15 November 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Bencana

Pejabat Amanah Antikorupsi

Hati Terpaut Masjid